Hanya Untuk Kepuasan Jiwa...

"Jika Anda ingin mengenal Dunia, maka Membacalah. Dan jika Anda ingin Dunia Mengenal Anda, maka Menulislah"
Sesuatu yang paling membahagiakan bagi jiwa ini adalah ketika dapat mengeluarkan segala potensi yang dipunya. dan menulis adalah salah satu sarana dalam mengeksplorasi kemampuan dengan mencatat segala pengalaman yang didapat agar bertambah ilmu yang dimiliki...
semoga tulisan ini dapat selalu menjadi manfaat minimal bagi diri sendiri dan bagi pembaca yang lain..

Jumat, 08 Maret 2013

Cinta : Kau Dapat Ubah Segalanya



Cinta : Kau Dapat Ubah Segalanya

Namanya Mia. Dia duduk di kelas sepuluh saat aku siap-siap menghadapi Ujian Akhir Nasional Sekolah Menengah Atas.  Dia gadis yang manis. Entah mengapa sejak pertama bertemu di perpustakaan saat itu, aku selalu memikirkannya. Rasa-rasanya, aku telah menaruh hati kepadanya. Namun, ada masalah yang membuatku sulit untuk mengenalnya lebih dekat.  Mia anak yang populer di kelasnya, selain parasnya yang menawan, prestasi akademiknya pun mantab. Dia juara di kelasnya. Itulah yang membuat banyak teman-teman pria bahkan kakak kelas saling berebut cari muka kepada Mia, berharap ada perhatian lebih yang mereka dapatkan dari gadis yang satu ini. 

Sedangkan aku? Aku hanya seorang lelaki berumur delapan belas tahun yang berkacamata agak tebal. Seorang yang setiap harinya berpakaian rapi dengan ujung baju dimasukkan dalam celana bersabuk, rambut tersisir mulus ke samping dengan balutan minyak yang kelemis. Bagi kebanyakan gadis, aku bukan tipe lelaki impian untuk diajak jalan. Aku terkesan keluar dari pergaulan kebanyakan remaja lainnya. Membaca buku saat pelajaran kosong, pergi ke kantin sejenak lalu meluncur ke perpustakaan untuk menghabiskan jam istirahat menjadi rutinitas harianku di sekolah.

 Aku juga tipe orang yang terlalu malu untuk mengungkapkan ekspresi dan perasaan. Sebenarnya, sejak kelas lima sekolah dasar, aku bercita-cita sebagai seorang penulis. Aku suka menulis cerita pendek di buku kecilku yang selalu kukantongi di saku baju sekolah. Sudah ada beberapa cerita pendek sudah kubuat, namun aku tak pernah berani untuk mengirimkannya ke redaksi sekolah untuk diterbitkan. Aku terlalu rendah diri, dan menganggap semua tulisanku buruk dan tidak layak terbit, bahkan bila perlu aku harus mengubur dalam-dalam impianku sebagai penulis. Hingga suatu ketika gadis manis itu datang dan  memercikkan api keberanian dalam diriku.

“Apakah aku boleh duduk di sini?” Dia berdiri di sampingku dengan membawa sepiring nasi goreng  di tangan kanan dan segelas es kopyor di tangan kiri. Aku yang akan memasukkan suapan ke tiga nasi pecel ke dalam mulutku, menolehkan kepala. Dan, betapa tertegunnya aku saat ku tahu kalau Mia-lah pemilik suara itu. Ya Tuhan, dia gadis yang selama ini ada dalam pikiranku. Untuk beberapa saat aku seperti orang yang terkena totok, tak bisa melakukan apa-apa, persendianku lunglai, jantungku berdegup lebih kencang, bibirku kelu.

“Maaf, apakah aku boleh duduk di sini? Soalnya semua bangku sudah ditempati.” Mia kembali bertanya, aku yang ditanya menampakkan ekspresi gelagapan. 

“Emm, jika ingin duduk, silahkan ijin ibu kantin saja.” Dalam gugup aku berusaha bercanda mencairkan suasana hatiku yang kikuk. Tapi, oh Tuhan, apa yang baru saja kukatakan? Aku baru sadar kalau aku bukan tipe orang yang memiliki selera humor yang bagus. Tapi diluar dugaan, Mia benar-benar mengikuti saran bodohku ini.

“Oh, memangnya harus ijin ibu kantin terlebih dahulu ya? Baiklah.” Mia melangkah pergi ke arah ibu kantin setelah meletakkan piring nasi goreng dan segelas es kopyornya di atas meja. Lalu kulihat Mia berbisik-bisik dengan ibu kantin sambil menunjuk bangku di sebelahku dengan jari telunjuk kanannya. Ibu kantin mengangguk sembari tersenyum. Mia melangkah kepadaku, untuk beberapa saat aku lagi-lagi seperti orang yang terkena totok. Diam.

“Aku sudah ijin ke ibu kantin untuk duduk di bangku ini, dan beliau mengijinkan.” Mia tersenyum simpul melihatku. Aku yang dilihat menundukkan kepala. Malu. Selera humorku memang buruk. Mia memulai suapan pertamanya, aku meliriknya sekilas, dia sangat cantik dan cara makannya anggun. Berada sedekat ini dengan Mia adalah kejadian langka dan sulit untuk terulang kembali. Maka kukumpulkan segenap keberanianku untuk menyatakan perasaanku kepadanya. 

“Emm, Mia...” Aku meremas-remas jariku yang basah oleh keringat.

“Iya? Kakak tau namaku? Apakah kita pernah kenal sebelumnya?” Mia menghentikan suapan ketiganya, menatapku penuh selidik. Mia benar, kita belum saling kenal. Selama ini, hanya aku yang mencari tahu tentang Mia, rumahnya, tanggal lahirnya sampai makanan kesukaannya. Tapi dia kan belum kenal aku? Aku merutuki diriku dalam hati, menyesali perkataanku barusan. Aku seperti berkelahi dengan waktu, pikiranku berputar-putar dengan cepat mencari jawaban yang logis. Jangan sampai Mia tahu kalau selama ini diam-diam aku mencari tahu tentang dirinya.

“Emm, emm, aku tahu namamu dari badge di bajumu.” Aku menyeka peluh di dahi.

“Oh, iya. Ada apakah? Tadi sepertinya mau menyampaikan sesuatu kepadaku?” Mia sempurna menghadapkan wajahnya kepadaku, membuat persendianku kembali lunglai. Bibirku kembali kelu. Tapi aku harus mengungkapkan perasaanku selama ini kepadanya.

“Emm, nasi gorengnya enak?” Hanya itu yang dapat kukatakan kepadanya

***

Jam sekolah usai bersamaan dengan bunyi bel yang berdering tiga kali di luar kelas. Aku memasukkan buku pelajaran ke dalam tas. Kurapikan baju dan kacamataku, lalu berdiri melangkah ke luar kelas. Namun, tiba-tiba kulihat Mia berdiri di samping pintu kelasku. 

“Sepertinya ini milikmu. Aku menemukan ini di bangku kantin, tadi.” Tangan Mia menyodorkan buku kecil milikku yang biasa kubuat untuk menulis cerita pendek. Aku raih buku kecilku, lalu ku ucapkan terimakasih kepadanya.  

“Oh, iya. Kumpulan cerita pendek kakak bagus-bagus. Kenapa tidak dikirimkan saja tulisan –tulisan itu ke buletin sekolah.” Mia berbicara di depanku, aku mengangkat pandangan, mengernyitkan dahi, bingung. Benarkah tulisanku bagus dan layak untuk diterbitkan?

“Iya, tadi aku sempat membaca beberapa tulisan kakak. Ceritanya bagus-bagus, aku tidak menyangka kalau ada laki-laki yang bisa menulis cerita sebagus itu. Akan lebih bagus lagi jika diterbitkan. Aku suka dengan seseorang yang pandai menulis, dan aku senang sudah menjadi orang pertama yang membaca tulisan-tulisan kakak.” Mia tersenyum kepadaku. Aku membetulkan kacamata, lalu pergi setelah ku ucapkan terimakasih untuk yang kedua kali kepadanya.

Wahai, apakah kalian pernah mendengar bahwa cinta dapat merubah segalanya?  Cinta dapat merubah yang kikir menjadi dermawan, yang kasar menjadi halus, dan yang lemah menjadi kuat. Aku telah merasakannya. Setelah pertemuanku dengan Mia di depan pintu kelas itu, dan dia mengatakan bahwa tulisanku bagus, seketika itu pulalah aku dapat memupuskan rasa minder yang terjaring akut di dalam tubuhku, lalu menggantinya dengan percikan percaya diri untuk menggapai cita-citaku menjadi penulis. 

Besoknya, aku beranikan diri untuk mengirimkan beberapa tulisanku ke redaksi jurnalis sekolah. Perasaan luar biasa bahagia memancar dari dalam hatiku saat dua minggu kemudian tulisanku di terbitkan di buletin sekolah. Sejak saat itulah sejarah kepenulisanku dimulai. Setelah lulus sekolah, aku mencoba menulis beberapa cerita untuk diterbitkan menjadi buku, kemudian setahun setelah terbit, beberapa novelku menjadi best seller dipasaran. Dan, akhir-akhir ini aku sering diundang di berbagai seminar kepenulisan.

Sayangnya, aku tidak bisa menunjukkan keberhasilanku secara langsung kepada Mia. Sebab dua bulan sebelum aku menghadapi ujian akhir, Mia pindah sekolah ke luar pulau, ikut orang tua yang dipindahtugaskan oleh kantor tempat ayahnya bekerja. Kepergiaanya yang mendadak, membuatku tidak bisa mengantarkannya pergi walau hanya sekedar mengucap selamat tinggal. Sampai saat ini aku benar – benar kehilangan kontak dengannya. Tapi dimanapun dia berada, aku ingin berterimakasih kepadanya, sebab berkat dialah aku termotivasi untuk bisa menggenggam cita-cita ini. 


Surabaya, 07 Maret 2013
11.00 pm
















Tidak ada komentar:

Posting Komentar