Hanya Untuk Kepuasan Jiwa...

"Jika Anda ingin mengenal Dunia, maka Membacalah. Dan jika Anda ingin Dunia Mengenal Anda, maka Menulislah"
Sesuatu yang paling membahagiakan bagi jiwa ini adalah ketika dapat mengeluarkan segala potensi yang dipunya. dan menulis adalah salah satu sarana dalam mengeksplorasi kemampuan dengan mencatat segala pengalaman yang didapat agar bertambah ilmu yang dimiliki...
semoga tulisan ini dapat selalu menjadi manfaat minimal bagi diri sendiri dan bagi pembaca yang lain..

Rabu, 02 Mei 2012

Terapi Buaya



Hai kawan, gimana kabarnya ? Kalau baik – baik saja, syukurlah. Yang keadaannya sedang tidak baik ya syukurin. He.he jangan marah dulu tho. Maksudku itu,  intinya kita harus bersyukur atas segala keadaan yang kita miliki (wah kok malah menjelma jadi ustadz begini?).
Kawan, ternyata sehat itu suatu kenikmatan yang luar biasa diberikan oleh Tuhan kepada kita. Sehat adalah suatu karunia yang tidak terkira harganya, namun sering kali dilupakan bahkan di sia - siakan. Mangkanya, di setiap khutbah sholat Jum’at, Khatib selalu bilang kalau hendaknya kita bersyukur karena masih diberikan kenikmatan iman, Islam, dan emm nikmat kesehatan.
 Aku baru tersadar betapa indah nikmat sehat itu, setelah selama dua bulan terakhir aku merasakan gatal – gatal menggerayangi tubuhku (padahal aku bukan pria kegatalan lho). Akibatnya, selama dua bulan ini aku mengalami defisit waktu tidur, karena setiap malam aku tidak bisa tidur dengan nyenyak apalagi ngorok. Di malam hari, setiap terlelap, pasti langsung garuk – garuk. Terlelap lagi, garuk – garuk lagi. Begitulah kegiatan rutinku sampai menjelang subuh (dan menurut para ahli, pola tidur seperti ini akan membahayakan seluruh organ tubuh, terutama kulit sebab akan terkelupas dan terluka karena terlalu sering digaruk). So, jika ada kuliah pagi, aku selalu keteteran karena merasakan kantuk yang teramat sangat. Tak jarang aku memilih bolos kuliah hanya untuk tidur sebagai “balas dendam” waktu tidur malamku yang direnggut oleh penyakit gatal – gatal ini.
Bukan hanya waktu tidur malamku saja yang dijarah oleh penyakit ini. Tidak sedikit rupiah kukeluarkan dari dompet hanya untuk beli bedak, lipstik, pelembab (lho kok kayak banci gini?). Ups, maksudku beli bedak gatal. Namun jauh panggang dari api, nyatanya tidak ada perkembangan dari kondisiku. Bedak gatal yang kupakai ternyata tidak membuat penyakit ini hengkang dari tubuhku. Aku tetap gatal – gatal dan setiap malam aku harus garuk – garuk. Pengaruh lain yang diakibatkan dari tidak bisanya tidur malam dengan nyenyak ini membuat aku sering kurang konsentrasi dan cepat emosi ketika melakukan sesuatu.
Karena takut kenapa - kenapa, aku memutuskan untuk periksa ke Puskesmas terdekat. Setelah sekian lama aku menunggu (lagu “Menunggumu” Ridho Rhoma mengalun dari atas pohon), aku dipersilahkan masuk ruangan dokter untuk diperiksa. Di ruangan itu aku dilayani oleh dokter perempuan, di sinilah aku mulai di interogasi.
Dokter  : “Apa keluhannya, mas?”
Aku : “Gatal – gatal, dok.”
Dokter  : “Bagian mana yang gatal – gatal ?”
Aku : “Bagian sini.” *sambil nunjuk paha*
Nah, karena aku menunjuk paha sebagai pusat dari kegatalan, rupanya si dokter tidak berminat untuk melihat pahaku secara langsung. Lagipula, aku juga tidak akan mengambil resiko mempertontonkan pahaku yang penuh dengan koreng, belang, sisik dan panu ini secara gratis kepada si dokter. Salah – salah nanti dia pingsan, susah jadinya. Karena itu si dokter hanya menerka – nerka apa yang ada di balik pahaku ini.
Dokter Perempuan : “Banyak bintik merahnya  ya, mas?”
Aku : “Tidak, dok.”
Dokter Perempuan : “Berarti ada bintik kehitam – hitaman?”
Aku : “Tidak juga.” Dalam hati aku bilang, jawaban Anda salah lagi, Anda kurang beruntung, coba lagi di lain kesempatan.
Dokter Perempuan : *ekspresi bengong mikir sambil ngupil*
Karena merasa tebakannya selalu salah, si dokter nyerah dan menyuruh salah satu dokter lainnya (dokter laki – laki) untuk menggantikannya memeriksaku. Dokter laki – laki ini orangnya masih muda, ganteng, berbadan tegap dan ciri – ciri yang paling mencolok adalah lubang hidungnya yang penuh dengan bulu. Lalu, tanpa basa – basi serta penuh nafsu, aku diperintah untuk membuka celana agar dia dapat melihat secara langsung pahaku yang terkena gatal – gatal. Dalam hati aku takut juga, jangan – jangan dokter laki – laki ini adalah sindikat gay dan akan menerkamku sesaat setelah aku mempertontonkan pahaku. Namun demi kesembuhan, aku terpaksa menuruti perintahnya. Untung aku sudah persiapan memakai celana pendek dari rumah jadi tidak merasa khawatir dicabuli. Pelan – pelan ku buka celana. Semakin pahaku tersibak, semakin melotot mata si dokter memandanginya dengan penuh nafsu. Semakin terbuka, semakin terbuka, dan tiiiiiittt. Sensor.
Setelah kulihatkan bagian pahaku yang gatal itu, si dokter mulai menganalisis penyakit apa yang menyerang tubuhku. Lalu tanya jawab kembali dilakukan.
Dokter Laki – Laki : “Mas, saya boleh tanya?”
Aku : “Silahkan, dok.”
Dokter Laki – Laki : “Tapi sebelumnya saya minta maaf terlebih dahulu.”
Aku : “Iya, dok. Silahkan, tidak apa – apa.”
Dokter Laki – Laki : “Saya benar – benar minta sebelumnya ya, mas?”
Aku : “Minta maafnya ntar aja kalau udah lebaran, dok.” Aku mulai gerah.
Dokter Laki – Laki : “Sebelumnya saya minta maaf ya, mas? Mas, gak boleh tersinggung.”
Aku : “Iya dok, katakan saja tidak apa – apa.” Tiba – tiba aku punya firasat buruk bahwa si dokter ini akan mengatakan cinta kepadaku karena terlalu grogi sebelum mengatakannya.
Dokter Laki – Laki : “Bener ya, mas. Aku minta maaf sebelumnya.”
Aku : “Huuuuuuaaaaaaaaa…….. Sekarang dokter tinggal pilih yah. Pilih gantung diri sekarang atau aku yang nggantung dokter ?”
Dokter Laki – Laki : “He.he. Jangan marah tho.”
Aku : “Habisnya minta maaf melulu.”
Dokter Laki – Laki : “Begini, mas.” Dokter memelankan suaranya, “Apakah mas pernah berhubungan dengan cewek?”
Aku : “Maksud dokter?” Aku masih belum paham apa yang ditanyakannya.
Dokter :”Maksud saya, pernah ndak mas berhubungan intim dengan cewek?”
Aku : “Hah ?” *sambil memasang muka mirip orang tertangkap basah mencuri jemuran tetangga*
Dan, aku mulai mudheng dengan apa yang dimaksudkan oleh si dokter. Aku dicurigai terkena AIDS. Enak saja aku dibilang pernah “gitu – gituan” sama cewek, orang megang tangan cewek aja gak berani karena takut dihajar pacarnya. Kalau saja tidak ingat si dokter meminta maaf sebelumnya, pasti sudah ku laporkan dia ke Majelis Ulama Indonesia dengan tuduhan mencemarkan nama baik orang beragama.
Aku : “Tidak pernah, dok. Aku tidak pernah melakukan hal itu.”
Dokter : “Ah, yang bener ?” *dokter tidak percaya*
Aku : “Bener, dok. Kata Bang Rhoma itu haram dan terlalu, dok.”
Dokter : “Oh….”
Setelah diperiksa, aku diberi berbagai macam obat serta salep untuk mengeringkan luka di kulit akibat terlalu sering ku garuk.
Namun, berhari – hari setelah aku periksa di Puskesmas, tidak ada perkembangan yang signifikan dari tubuhku. Obat – obat yang kukonsumsi hanya bisa membuat ngantuk namun tidak dapat menghilangkan rasa gatal. Tiap malam aku masih merasakan gatal – gatal, dan tiap malam pula aku tidak bisa tidur sampai pagi menjelang. Kalau boleh jujur, sungguh aku merasa tersiksa dengan kondisi seperti ini. Dan, dari sini aku mulai berfikir bahwa betapa nikmatnya orang yang dapat tidur malam dengan nyenyak. Nikmat yang sering dilupakan untuk disyukuri.
            Akhirnya, ibu menyuruhku berhenti mengkonsumsi obat – obatan karena akan berakibat tidak baik pada organ tubuh yang lain. Selang beberapa hari kemudian, aku dapat info dari seorang teman bahwa ada pengobatan herbal untuk segala penyakit, termasuk gatal – gatal. Tanpa membuang waktu, aku langsung pergi ke tempat yang direkomendasikan. Barulah setelah diperiksa, aku tau bahwa ternyata aku terindikasi usus kotor. Hah, usus kotor ? Padahal, seingatku aku tidak pernah makan sampah, belatung atau bangkai tikus yang mati terlindas truk di jalan raya. Aku menerka – nerka apa yang harus kulakukan agar ususku kembali bersih? Viola, jawaban ketemu. Caranya mudah, aku hanya perlu mengeluarkan ususku dari perut kemudian mencucinya dengan detergen lalu dijemur, baru setelah kering dan disetrika dimasukkan kembali ke dalam perut. Beres. Inilah yang disebut metode unik menjemput ajal.  
            Kembali ke pengobatan. Seusai diperika, diketahui bahwa usus yang kotor inilah yang membuat penyakit gatal – gatal hadir menyandra tubuhku. Si tabib merekomendasikan agar aku diterapi. Dan, disinilah pertama kali aku mendengar nama terapi yang cukup unik, yaitu YUMINGO. Kalau dilihat dari susunan hurufnya sih, terapi ini berasal dari Negeri Sakura, Jepang. Terapi ini berfungsi mengembalikan susunan tulang dalam tulang yang disposisi, agar nantinya sistem aliran darah dalam tubuh menjadi lancar. Eits, jangan senang dulu, karena cara kerja dari terapi ini cukup menjengkelkan, yaitu meminjat dan menekuk – nekuk tulang sampai tubuh yang diterapi menjadi lemas tak berdaya. Tapi, kabar baiknya adalah setelah diterapi, tubuh akan merasa rileks.
            Seusai terapi Yumingo, aku juga disarankan untuk menjalani pengobatan selanjutnya. Kali ini pengobatan yang berasal dari Arab. Yup, benar sekali, BEKAM. Terapi yang berfungsi mengeluarkan darah kotor dari dalam tubuh ini, merupakan metode pengobatan yang dikenal sejak zaman Nabi Muhammad. Cara kerjanya ialah menyedot darah kotor dalam tubuh menggunakan alat khusus, semacam kop gitu deh. Ngeri juga melihat darahku keluar berjama’ah dari dalam tubuh saat di bekam. Anehnya, warna darah yang keluar tidak seperti biasanya yang merah segar, melainkan  berwarna merah kehitaman. Padahal jelas – jelas aku tidak pernah minum air comberan, apalagi minum air jemuran. Mungkin ini yang disebut darah kotor.
            Setelah kedua terapi kujalani, kini saatnya pemberian obat herbal. Kata si terapis, obat herbal ini berfungsi untuk membersihkan ususku yang kotor. Sebenarnya, ini cuma bahasanya orang – orang kedokteran saja, biar kelihatan lebih intelek, tidak gaptek dan mengapotek gitu. Tapi maknanya akan sama saja dengan kalimat, “Obat herbal ini berfungsi agar kamu sering – sering be’ol.” Dan, benar saja. Setelah mengkonsumsi obat herbal ini, aku lebih banyak menghabiskan waktu di WC daripada di masjid (numpang be’ol di masjid maksudnya). Kalau sebelum terapi, setiap malam aku harus garuk – garuk, sekarang setiap malam aku harus jongkok di atas jamban sambil nahan kantuk. Do’akan aku cepat sembuh ya kawan, biar aku tidak tersiksa seperti ini.
            Oh, iya. Aku baru ngeh kalau saat ini, terapi - terapi alternatif lebih diminati daripada pengobatan ala rumah sakit. Berbagai alasan mendasari mengapa kebanyakan orang berpindah hati ke terapi alternatif, salah satunya  adalah bahwa pengobatan ini tidak memelurkan biaya yang banyak. Wah, hukum ekonomi banget nih. Tapi tidak masalah, yang penting sembuh, seperti pepatah bilang bahwa, “Banyak jalan menuju Roma.” Apapun cara pengobatannya yang penting kembali sehat.
            Nah, yang baru – baru ini sedang nge-trend adalah terapi lintah. Sama seperti bekam yang fungsi mengeluarkan darah kotor dari dalam tubuh, bedanya hanya pada alatnya saja. Pada terapi lintah ini, lintah akan diletakkan pada bagian tubuh pasien yang merasa sakit. Setelah itu, secara naluriah, lintah akan menyedot darah kotor di bagian itu. Setelah dirasa cukup, lintah diangkat, dan ditiriskan (lho…?). Beres.
            Kalau orang lain akan lari terbirit - birit bila bertemu lebah karena takut tersengat, ini malah dicari untuk dijadikan pengobatan. Terapi sengat lebah, namanya. Cara kerja terapi ini adalah menusukkan sengat lebah pada bagian pasien yang sakit. Dan, rupa – rupanya terapi ini lumayan manjur. Bisa dicoba deh.
            Kemudian terapi yang lagi hangat – hangatnya diberitakan oleh media, yaitu terapi lilit ular. Katanya, terapi yang biayanya dapat mencapai enam ratus ribu rupiah ini dapat membuat otot tubuh menjadi rileks, dengan cara kerja yakni melilitkan beberapa ular pada bagian tubuh. Tentu saja ada harus dijaga pawang ular,  takut – takut nanti terjadi hal – hal yang tidak diinginkan pada pasien. Contoh, secara tidak sadar si ular melilit pasien dengan sangat keras hingga  pasien sesak nafas kemudian almarhum di tempat. Atau tiba – tiba pasien makan tuh ular karena dikira sosis dan lain sebagainya.
            Dan, sekarang aku memiliki ide cemerlang untuk membuat bisnis terapi baru dalam ranah pengobatan alternatif. Rasa – rasanya, ideku ini akan menjadi trend setter di bidang kesehatan dua tahun ke depan. Secara, pengobatan ini adalah pengobatan yang pertama dan satu – satunya di Indonesia. Jika Tuhan mengijinkan bisnisku ini sukses, aku akan membuka cabang pengobatan di seluruh Indonesia bahkan di belahan dunia lainnya. Namanya, “TERAPI GIGIT BUAYA”. Terapi yang sangat sederhana, mudah, murah, menghemat waktu, dan magic. Cara kerjanya, pasien tinggal menunjukkan bagian mana yang sakit (seumpama yang sakit adalah kaki kanan), setelah itu terapis akan mengeluarkan buaya sebagai aktor utama terapi. Lalu, pasien tinggal memasukkan kaki kanannya ke dalam mulut buaya yang menganga. Setelah kaki kanan pasien benar – benar masuk ke dalam mulut buaya, selanjutnya buaya akan memulai terapinya dengan menggigit kaki pasien sampai habis. Terapi berakhir. Mudah, murah, menggemat waktu, dan magic bukan ? Cara pengobatannya juga sama ketika yang sakit adalah kepala. Pasien tinggal masukkan kepalanya di mulut buaya, kemudian buaya akan memulai terapi dengan cara menggigit kepala pasien sampai putus. Selesai. Dijamin, pasien tidak akan merasakan sakit lagi dan akan hidup dengan tenang selama - lamanya.
Oh, iya sebagai catatan, buaya yang dipakai untuk terapi adalah buaya yang tidak diberi makan selama enam bulan.
            Ada yang mau mencoba ?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar